Goal-Driven Design : Metodologi dalam Desain Interaksi (1)

Goal-driven design atau desain yang berfokus kepada hasil adalah suatu metodologi yang berfokus kepada pemecahan masalah sebagai prioritas utamanya. Metodologi ini dipopulerkan oleh Alan Cooper.  Dengan kata lain, goal-driven design memiliki fokus (atau bahkan dalam kondisi ekstrem tidak bisa ditawar-tawar) bagaimana menyelesaikan suatu kebutuhan yang spesifik untuk pengguna akhir apapun caranya. Cara ini sangat bertolak belakang dengan proses yang umum dilakukan di dunia industri saat ini, yang konon jika teknologinya belum tersedia/sulit/mahal maka proyek tidak dilanjutkan. Namun hal itulah yang juga menjadi kelebihan Goal-Driven design, karena sifatnya seringkali menawarkan kebaruan seiring dengan solusi yang ditawarkan.


Menurut Alan Cooper, ada 5 hal yang harus kita pikirkan sebagai designer:

1. Design dahulu, programming kemudian

Biarpun terdengar sedih untuk para programmer, tapi konsep goal-driven design dimulai dengan pertimbangan bagaimana pengguna berinteraksi dengan produk. Apakah pengguna dapat menggunakan produk? Apakah sesuai dengan tujuan yang diharapkan?
Sehingga dari hal ini perlu dipertimbangkan bagaimana tampilan dan stimulus apa yang dihasilkan. Maka pertimbangan desain lebih didahulukan dibandingkan dengan pertimbangan teknis.

2. Memisahkan tanggung jawab desain dengan tanggung jawab programming

Hal ini dimaksudkan agar designer benar-benar fokus dengan tujuan produk dan interaksi pengguna terhadap produk, alih-alih memikirkan kendala teknis. Seorang designer harus percaya bahwa programmer/developer mampu mengatasi kendala teknis tersebut.

3. Desainer bertanggung jawab untuk kualitas produk dan kepuasan pengguna

Perlu digarisbawahi bahwa kepuasan di sini adalah kepuasan pengguna, yaitu orang yang pada akhirnya akan berada di sisi lain layar, dan menggunakan produk. Bukan kepuasan investor, klien, stakeholder, dlsb. Dengan ini, kembali lagi, apakah tujuan produk sebagai suatu pemecahan masalah bisa diketahui berhasil atau tidak.

4. Definisikan satu pengguna spesifik untuk produk yang diluncurkan

Dalam UX Design atau user research, pengguna spesifik ini kita istilahkan dengan persona. Alan selalu mengingatkan tentang pentingnya designer untuk memiliki pengetahuan mendalam mengenai user persona dan bagaimana koneksi serta interaksi persona terhadap produk.

Tanyakan : Siapakah pengguna produk ini? Dimana dia akan menggunakan produk ini? Apa yang ingin dia capai dengan menggunakan produk ini? dlsb.

5. Bekerja dalam tim

Yang terakhir, Alan Cooper mengatakan bahwa designer tidak boleh bekerja sendiri. Cukup masuk akal mengingat kita bekerja menghasilkan suatu produk untuk persona tertentu, maka bekerja sendiri hanya akan membuat kita terpaku dengan apa yang ada dipikiran kita saja. Mengajak project manager, content strategist, information architecht, misalnya, dapat memperkaya data dan sudut pandang untuk memutuskan mana yang benar-benar perlu, yang benar-benar aktual, masuk akal, efisien, dlsb.


Artikel ini merupakan bagian dari Kumpulan Catatan tentang Metodologi dalam Desain Interaksi, lihat artikel lainnya melalui tautan berikut:

Share on:

with love,

vriske rusniko | @vriskerusniko |vriske@windowslive.com

Thank you for all the readers! If you like the content and want to support, you can donate via Ko-fi (Global) or Trakteer (Indonesia)

Tinggalkan komentar

Home
Journal
Design
Others
Search