Sebenarnya banyak juga pemetaan yang sifatnya mirip-mirip dengan Journey Map. Menurut saya variasi journey map itu hanya masalah teminologi saja dan biasanya lebih ke perbedaan fokus/konsentrasi, namun tujuannya hampir selalu sama : memahami konsumen/user lebih baik lagi. Jadi, tidak perlulah kita memperdebatkan apakah ini journey map? apakah ini experience map? apakah ini user story map? karena intinya sama saja.
Experience Map
Ketika kita berbicara tentang experience map, maka kita membahas pemetaan yang lebih luas daripada Journey Map. Jika Journey Map memiliki aktor/persona dan skenario (baca lebih lanjut soal ini di postingan ini), experience map memaparkan perjalanan user secara general tanpa menyebutkan produk/servis tertentu. Fungsinya adalah untuk memahami human behavior atau sifat manusia secara umum (sementara pada journey map user/persona-nya lebih spesifik). Contoh : Jika Experience Map membahas tentang pencari kerja secara umum maka journey map membahas tentang pencari kerja yang masih fresh graduate, atau pencari kerja yang ingin mengganti spesialisasi, atau misalnya ibu rumah tangga yang sudah lama tidak bekerja lalu ingin kembali bekerja.
Biasanya Experience Map terbagi menjadi 4 : Fase, Action, Thoughts, Emotion. Dan disampaikan dalam chronological order atau dengan runtut.
Karena sifatnya yang umum, biasanya experience map berguna sebagai informasi dasar atau baseline untuk suatu produk/servis/pengalaman sehingga “muncul” terlebih dahulu sebelum journey map dibuat.
Service Blueprinting
Service Blueprinting adalah bagian dari variasi journey map yang berfokus pada karyawan. Biasanya service blueprint (cetak biru layanan) akan memvisualisasikan hubungan antarberbagai komponen layanan seperti pihak-pihak terkait, properti yang digunakan, dan proses yang berlangsung yang berhubungan langsung dengan perjalanan pengguna.
Service blueprinting ini sebenarnya bisa juga diibaratkan sebagai extension atau peta tambahan dari custumer journey map yang berfokus pada apa yang terjadi di dalam perusahaan ketika berinteraksi dengan konsumen/user. Contoh service blueprint untuk ride hailing misalnya adalah bagaimana cara perusahaan mengatur komunikasi antar driver dan customer mengingat ada faktor risiko keamanan apabila antara driver/customer mengetahui kontak langsung pihak terkait (misalnya driver mengancam user yang memberikan bintang 1 bakal didatangi rumahnya besok, atau sebaliknya user mengancam driver dengan menipu bahwa yang bersangkutan merupakan pihak perusahaan dan memaksa driver melakukan tindakan-tindakan tertentu). Selain contoh tersebut bisa juga dimisalkan saat kita melakukan kontak dengan customer service (CS) dan pihak CS meminta kita menunggu selagi ada pihak-pihak lain di belakang layar yang berusaha menyelesaikan kasus tersebut.
User Story Map
Antara User Story Map dan Journey Map menurut saya adalah yang paling mirip bahkan agak sulit dibedakan karena mereka memiliki elemen-elemen yang nyaris sama. Namun user story map bisa dibilang lebih detail dan berfokus pada implementasi solusi/skenario dari pain point user.
User stories biasanya digunakan dalam Agile untuk merencanakan fitur atau fungsi baru. Fitur tersebut di-break down dari sudut pandang user : apa yang user inginkan, dan bagaimana fitur tersebut membantu user. User story map biasanya bersifat lebih spesifik daripada Journey Map.
Journey map digunakan untuk mengetahui behavior/sikap user, kapan pain point muncul dan reaksi user terhadap pain point tersebut dan kesemuanya ini harus jujur dijabarkan apa adanya. Setelah mendapatkan pemahaman tentang pain point dan user behavior tersebut barulah dibuat user story map dimana biasanya terdapat fungsi/fitur baru yang dirancang sebagai solusi dari pain point user tersebut.
Sumber:
Nielsen Norman Group website