Hire UI Designer lepas? Cek Proses Pradesain berikut

Saya termasuk yang tidak bosan-bosannya untuk mengecek apakah klien saya sudah melakukan proses pradesain atau belum. Satu hal yang melelahkan sebagai desainer lepas adalah apabila klien tidak tahu apa yang dia mau serta tidak punya gambaran proses yang jelas sehingga dalam proses desain sering terjadi perubahan-perubahan besar yang memakan waktu, energi dan biaya. Meskipun kita sebagai freelancer mungkin mendapatkan biaya ekstra dari kucuruan dana akibat revisi terus-menerus, tapi saya akan jujur mengatakan bahwa proyek-proyek seperti ini akan memberikan kelelahan secara mental. Bagi saya brief yang sudah solid adalah suatu keharusan saat menerima project. Namun, tidak jarang brief yang diberikan “tampak seolah-olah” sudah solid, namun di tengah jalan terjadi perubahan besar-besaran dan kita terjebak dalam tuntutan revisi tak berkesudahan karena sudah tandatangan kontrak sampai project selesai.

Oleh sebab itu, tidak ada salahnya kita lihat kembali proses pradesain berikut:

PS: Sebenarnya hal berikut merupakan proses desain karena desain sendiri dapat berarti “merancang”. Namun supaya tidak bingung saya menyebutnya proses pradesain, sehingga “proses desain” yang dimaksud di sini adalah terkait tugas UI Designer untuk “mempercantik” rancangan yang sudah fungsional.

PROSES PRADESAIN

Investigasi

  • Pelajari dan gali informasi tentang stakeholder
  • Cari tahu tentang goal dan kebutuhan pengguna
  • Bagaimana kebutuhan pengguna tersebut pada saat ini? apakah terfasilitasi oleh produk lain? Misal, belum ada produk yang memenuhi goal yang diharapkan pengguna, ada demografi yang belum terjamah dlsb
  • Apa yang diinginkan pengguna?
  • Solusi apa yang pernah digunakan untuk mencapai goal pengguna?

Ide/Brainstorm

  • Buat sebanyak mungkin ide yang dapat menyelesaikan permasalahan pengguna
  • Pelajari potensi solusi dan ciptakan narasi dari solusi tersebut sehingga gambaran solusi menjadi lebih solid (user story).

Prototype

  • Buat mock-up yang bisa digunakan
  • Dari pembuatan mock-up akan diketahui isu-isu teknis yang muncul dalam pembuatannya. Pikirkan bagian mana yang harus “dikorbankan”, apakah desain yang berubah untuk mengakomodir keterbatasan kemampuan teknis? Apakah kemampuan teknis “digenjot” agar desain yang ideal dapat terwujud?
  • Identifikasi halangan/hambatan/kendala yang muncul dalam proses produksi
  • Mulai diperhatikan potensi fraud, atau aktivitas-aktivitas yang mungkin dilakukan namun tidak diharapkan yang dapat terjadi pada produk. Apakah fraud atau masalah tersebut bisa diselesaikan secara teknis, atau mungkin menggunakan hukum dan policy tertentu untuk menanggulanginya.

Evaluasi

  • Evaluasi kembali apakah kita membangun solusi yang tepat untuk masalah tersebut?
  • Apakah produk ini user-oriented?
  • Test early. Test often.

Produksi

  • Setelah yakin dengan beta-version nya. Buat produk yang mapan dan stabil.
  • Pada tahap ini, koordinasi dari berbagai peran berikut sudah terjalin dengan baik:
    • Programming
    • Help system
    • Manuals
    • Marketing
    • Branding
    • Distribution
    • Development strategy

Pada tahap apa meng-hire UI Designer lepas?

Idealnya, Freelance UI Designer (mohon tidak terbalik dengan mengira UI Designer adalah UX Designer, dua profesi tersebut saling bersinggungan namun berbeda) baru akan bergabung pada tahap produksi, namun tidak jarang banyak juga yang meng-hire pada tahap prototype.

Namun ada beberapa kelemahan yang harus diperhatikan jika kita menghire UI Designer lepas pada tahap prototype:

  • Karena tidak berada sejak dari awal (tahap 1 & 2 proses pradesain) pada akhirnya tingkat pengalaman freelancer untuk memahami kasus & kondisi website/app akan sangat berpengaruh. Dan tingkat pengalaman freelancer biasanya akan berpengaruh kepada harga jasa freelancer itu sendiri (semakin berpengalaman maka semakin mahal).
  • Setelah tahap prototyping maka product owner akan masuk pada tahap evaluasi yaitu tahap dimana pemilik produk mengamati produk yang dibuat, misalnya dari segi fungsi & teknis. Selama proses mengamati itu “biasanya” designer akan dibiarkan berada dalam status ‘idle’. Di-keep untuk berjaga-jaga apabila ada revisi yang harus dilakukan.
    Apabila designer di-hire per bulan, tentu secara cost bagi pemilik project tidak efektif. Namun apabila designer di-hire per project maka akan sulit bagi designer untuk mencari project lain di saat masa ‘idle’ karena secara teknis project belum rampung, dan beresiko terjadi overload kerjaan apabila menerima project lain.

Untuk mencegah yang kedua, sebaiknya dari pihak product owner memberikan mvp (minimum viable product) yang jelas sehingga ketika masuk ke tahap evaluasi prototype freelance designer sudah bebas dari tugasnya. Saya mengerti apabila ada revisi tentu akan sulit jika mencari freelance designer lain dan menjelaskan kembali produk anda, oleh sebab itu minimalisir lah hal tersebut dengan melakukan langkah 1-3 dengan sungguh-sungguh. Hal ini juga untuk menghargai profesi freelance untuk memilih: lanjut membantu atau move-on ke project yang lain.

Demikian juga untuk para freelancer, jangan sampai gara-gara suatu project tersendat-sendat, cashflow kita kacau atau sulit menerima proyek lain karena masih ada project yang on-going dengan tuntutan yang padat.

Share on:

with love,

vriske rusniko | @vriskerusniko |vriske@windowslive.com

Thank you for all the readers! If you like the content and want to support, you can donate via Ko-fi (Global) or Trakteer (Indonesia)

Postingan selanjutnya

Tinggalkan komentar

Home
Journal
Design
Others
Search