Pertama kali nemu buku ‘Terapi Enzim’ ini bukan karena direkomendasikan siapa-siapa, melainkan karena lagi iseng main ke Gramedia dan ujug-ujug kepikiran buat cari bacaan tentang clean eating alias makan makanan yang baik bagi tubuh. Karena biasanya asupan informasi tentang clean eating biasa di-supply dari tontonan Netflix, sekarang berhubung sudah tidak bisa langganan Netflix lagi, maka mungkin buku bacaan yang menarik bisa menggantikannya (I still miss Netflix anyway, hiks).
Dari awal sekadar iseng baca di Gramedia, saya tahu bahwa ini buku bagus. Kenapa? Karena saya merasa sulit meletakkannya kembali ke rak, haha. Namun karena saya masih ada urusan dan hari sudah malam, akhirnya saya memutuskan untuk membeli buku ini dan saya sama sekali tidak menyesal.
Mengenal si “Enzim Ajaib”
Meskipun kita memiliki beratus-ratus atau bahkan beribu-beribu jenis enzim, menurut dugaan Dr. Shinya (iya, masih dugaan) sebenarnya segala macam enzim tersebut muncul dari 1 jenis enzim yang berubah bentuk sesuai dengan “kebutuhan” atau “permintaan” tubuh manusia dan juga tingkat urgensi dari kebutuhan tubuh tersebut. Jika kita kemasukan racun ke dalam tubuh, enzim ajaib akan berubah menjadi enzim-enzim yang digunakan untuk mengeluarkan racun tersebut.
Jika sudah kelar urusan detoksifikasi racun, enzim menuju “tugas lain”, misalnya memperbaiki sel atau gen yang terluka atau memperkuat daya tahan tubuh, dlsb. Namun perlu diingat, enzim di dalam tubuh bekerja secara otodidak tanpa perintah langsung dari otak. Meskipun enzim memiliki kekuatan untuk meremajakan kulit dari tataran sel misalnya, kita tidak bisa menyuruh enzim melakukan hal itu kalau menurut “mereka” ada hal lain yang lebih urgent dilakukan.
Penyakit Gaya Hidup
Menurut Dr.Shinya, alasan terbesar tubuh kita yang seharusnya tidak sakit menjadi sakit adalah akumulasi “makan makanan yang tidak alami” dan “kebiasan hidup yang tidak alami” secara sedikit demi sedikit dalam jangka waktu yang lama. Singkatnya, penyakit gaya hidup adalah merupakan penyakit kelalaian manajemen diri.
Yang memang seharusnya kita sadar, hanya diri sendiri lah yang bisa menjaga kesehatan masing-masing.
Saya pernah menonton film yang mana di film itu sempat sedikit menyampaikan bahwa kompleksitas otak sama miripnya dengan kompleksitas alam semesta. Lantas saya juga membayangkan, bahwa usus manusia bisa jadi diibaratkan sebagai planet Bumi.
Kenapa begitu, Pik?
Seperti yang telah disampaikan sebelumnya, usus bekerja otomatis tanpa perintah otak yang sadar. Apa yang kamu beri, itu yang kamu terima. Seperti bumi, apabila kita terus menumpuk sampah maka Bumi akan rusak dan mungkin akan muncul bencana seperti banjir dlsb. Dan jika mengeksploitasi Bumi secara berlebihan, maka lagi-lagi Bumi akan rusak karena “kekurangan” bahan untuk menopang kebutuhan ekosistem yang ada di dalamnya.
Begitupun tubuh kita. Tubuh kita terdiri dari enzim-enzim sekaligus mikrobakteri yang berguna untuk menjalankan fungsi tubuh secara baik. Apabila kita “eksploitasi” dan tidak kita jaga, maka akan timbul “bencana” dalam bentuk penyakit. Kita tidak hidup sendiri, ada bakteri-bakteri yang mendampingi kehidupan kita. “Semua kehidupan itu hidup dengan mengambil manfaat dari kehidupan lain”. Kita memakan tumbuhan & hewan untuk mendapatkan energi mereka, dan kita sepatutnya berterima kasih atas hal itu. Namun kecenderungan penyakit gaya hidup sekarang adalah tidak lagi menghargai energi dan kebaikan yang diberikan dari alam. Ada kecenderungan manusia mulai beralih kepada zat-zat tidak bernyawa yang diproduksi oleh pabrik.
Di buku ini, Dr. Shinya memberikan rekomendasi tentang asupan-asupan yang baik bagi tubuh serta rekomendasi gaya hidup yang baik. Sehingga diharapkan kita tidak lagi hanya sekadar “menangkal sakit” namun “benar-benar sehat”.
Kesimpulan untuk Buku Terapi Enzim
Ketika sharing tentang buku Terapi Enzim ini di instastory, ada teman yang mengaku telah membaca buku ini dan terbuka wawasannya. Saya sendiri sangat setuju dengan pernyataan teman saya tersebut. Banyak nilai-nilai di buku ini yang kembali menyadarkan kita akan hakekat sebagai manusia. Kita jangan lagi melihat manusia sebagai makhluk superpower, melainkan sebagai bagian dari alam. Tentu saja kita bisa memilih apa yang kita anggap “enak” oleh kita, namun “enak” dan “baik” itu berbeda. Lebih luar biasa rasanya jika kita bisa merasakan kenikmatan dari sesuatu yang “baik”. Namun, Dr. Shinya juga mengatakan, apabila kita terlalu berusaha untuk menjalankan pola hidup sehat sampai harus menentang hal-hal yang dianggap buruk mati-matian juga tidak baik. Jadi, jika misalnya kita terlalu sering makan daging, mulailah dengan belajar mengurangi porsinya. Jika kita langsung menolak daging sama sekali namun kemudian kepikiran sampai jadi stress sendiri, hal ini juga tidak baik.
Makanlah dengan nikmat sambil mengingat bahwa ada tubuh yang perlu kita jaga.
Selain sarat dengan ilmu & wawasan, poin lebih lainnya dari buku ini adalah bahasa yang digunakan. Bahasa yang digunakan ringan dan sederhana namun sarat dengan makna. Maka sekali lagi, saya sangat merekomendasikan buku ini untuk dimasukkan dalam list buku yang layak dibaca.
Nahh butuh banget baca buku-bhju seperti ini, kebanyakan novel saya baca mba, makin penasaran saya enzim apa yang dimaksud dan bagaimana cara kerjanya, thanks Reviewnya mba
Sama-sama mba Ainhy, Alhamdulillah kalau bermanfaat 🙂
Terima kasih juga sudah berkunjuuungg!!